Selamat Datang di Cabang Dinas Kehutanan Wilayah VIII, Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat

Total Pageviews

Inovasi dan Kolaborasi



Inovasi dan Kolaborasi

Oleh: Rostandi (Analis Rehabilitasi dan Konservasi CDK Wil VIII)


Batasan dan Ruang Lingkup
Inovasi dan Kolaborasi adalah  dua kata kunci yang akhir-akhir ini  tengah menjadi  topik bahasan menarik, terutama di kalangan birokrat Pemerintah Provinsi Jawa Barat.  Bagi saya sebetulnya tidak terlalu asing mengamati dua kata ini. Kata Inovasi  lebih familiar saya temukenali jauh sebelum Kang Emil menghendaki kata itu muncul dalam  Visi Pemerintah  Provinsi Jawa Barat 2018-2023, yaitu pada saat Saya mengikuti Diklatpim IV pola baru pada tahun 2016.  Pada tahun 2016 saya bersama 40 teman lainnya dari SKPD lingkup Kabupaten Kuningan, ditugaskan untuk mengikuti Diklatpim IV  pola baru.  Berbeda dengan pola sebelumnya, maka dengan pola baru, kepada setiap siswa diwajibkan untuk membuat proyek perubahan melalui karya inovasi sesuai tupoksinya, dan ini adalah syarat mutlak  untuk mendapatkan ijazah kelulusan.
Ilustrasi inovasi dalam proses bisnis. Sumber : pixabay.
Ilustrasi inovasi dalam proses bisnis. Sumber : pixabay.
Lain halnya dengan kata inovasi, kata kolobarasi malah lebih memiliki makna historis cukup mendalam khususnya bagi masyarakat Kabupaten Kuningan. Pergolakan pengelolaan sumber daya hutan pasca era reformasi pada tahun 1998, adalah awal dimulainya babak baru pengelolaan hutan melalui kolaborasi multi pihak.  Rasanya perlu waktu dan ruang lebih banyak untuk mengekspresikan nikmatnya berkolaborasi di tengah para petani hutan. Namun secara sederhana, dapat saya simpulkan bahwa dengan kolaborasi, pada akhirnya telah menciptakan cara pandang baru  bagi semua pihak tentang makna kelestarian  hutan dan masyarakat sejahtera yang sesungguhnya.       
Beragam pengertian tentang inovasi  banyak dimunculkan para pakar  sesuai perspektifnya masing-masing. Mari kita cermati  pandangan-pandangannya:
Everrett M.Rogers mendefinisikan inovasi sebagai suatu ide, gagasan, obyek dan praktik yang dilandasi dan diterima sebagai suatu yang baru oleh seorang ataupun kelompok tertentu untuk diaplikasikan  atau diadopsi. Sementara  Kuniyoshi Urabe berpendapat  jika inovasi itu segala hal yang dihasilkan melalui proses yang panjang terakumulasi hingga terimplementasi ke tingkat pasar.
Dari dua pemikiran ini, nampak bahwa  makna inovasi pada dasarnya mengejawentahkan keterkaitan proses dari mulai perencanaan hingga produk akhir  bahkan sampai pada tingkat promosi produk.  Dengan demikian hemat saya inovasi memiliki kecenderungan terhadap aspek ekonomi. Saya kira ini akan menjadi bagian penting bagi  pihak manapun dalam memanfaatkannya sebagai  ruang untuk  menyalurkan perbaikan metoda, penggunaan alat baru, perubahan system hingga output yang dihasilkan pun akan memberikan nilai tambah dan berdaya saing.  Jadi inovasi itu akan sangat dekat  dengan upaya memberikan kebaruan dalam berbagai  hal.  Seperti yang diungkapkan Tri Widodo Wahyu Utomo (Deputi Inovasi  Admininstrasi Negara LAN) bahwa inovasi adalah proses membiasakan kebaruan dan membarukan kebiasaan. Maka wajar saja jika kemudian Kang Emil begitu interes memprogandakan jargon inovasi dan kolaborasi dalam rumusan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) lima tahun ke depan.
Menurut Undang-undang No,19 Tahun 2002, pengertian inovasi adalah suatu kegiatan penelitian, pengembangan dan atau perekayasaan yang dilakukan untuk pengembangan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan tekonologi yang sudah ada ke dalam produk atau proses produksinya.   Dengan ruang lingkup ilmu dan teknologi,  maka penerapan inovasi  bisa diaplikasikan pada berbagai aspek; pertanian. pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, kesehatan termasuk lingkungan hidup dan kehutanan.
Jadi, inovasi itu perlu.  Bagaimana anda melihat persaingan di dunia otomotif misalnya, begitu masifnya masing-masing perusahaan mengeluarkan varian-varian barunya dalam tenggang waktu begitu cepat.  Waktu bagi para perancang bangun otomotif sepertinya tidak ada jeda dan hanya boleh diisi dengan inovasi dan inovasi.  Belum lagi jika Anda mengamati perang inovasi dalam dunia telekomunikasi, betul-betul seperti ada kegilaan persaingan tanpa batas. Pabrikan-pabrikan handpon tidak henti-hentinya menemukan model, fitur dan aplikasi menarik. Seperti itulan inovasi selalu membawa sensasi  baru.  Inovasi itu dinamis dan beradab, bayangkan jika leluhur kita tidak  inovatif, mungkin kita akan tertinggal dan menjadi manusia-manusia penghuni gua dalam keadaan tak berbusana.
Lalu bagaimana dengan kolobarasi?  Ini  juga penting, inovasi dan kolaborasi  layaknya seperti dua sisi mata uang, satu sama lain saling menguatkan.  Sehebat apapun inovasi, namun jika tidak didukung dengan strategi kolaborasi?  rasanya  hasil inovasi akan sulit berkembang bahkan mungkin akan menjadi barang rongsokan tak bertuan.  Kerjasama, kemitraan, tim work,  tim efektif, dan pengembangan kelembagaan, adalah bentuk-bentuk turunan dari  hakikat sebuah kolaborasi. 
Dalam upaya penguatan sistem inovasi ke depan, Kementerian Kehutanan yang pada waktu itu dipimpin Zulkifli Hasan, pernah juga melakukan kolaborasi dengan Kementerian Riset dan Teknologi. Konsep kerjasama yang dibangun pada waktu itu adalah  prioritas yang mempertimbangkan tujuan pembaruan (renewal), pengelolaan hutan yang berkelanjutan (sustainable forest management), dan peningkatan daya saing (competitiveness).
BPPT, sebagai lembaga pemerintah yang bertugas dalam mengkaji dan menerapkan tenologi di berbagai bidang, salah satunya yaitu bidang kehutanan, telah melakukan beberapa inovasi sebagai bentuk kontribusi dalam mendorong inovasi pengelolaan hutan. Diantaranya yaitu inovasi teknologi budidaya tanaman hutan seperti produksi bibit untuk industri bibit tanaman kehutanan fast growing species, produksi Bibit Tumbuh Mandiri (BITUMAN) untuk jenis jenis tanaman reboisasi dan reklamasi lahan atau hutan. Selain itu juga BPPT telah melakukan perbanyakan tanaman secara in-vitro (kultur jaringan) dan ex-vitro untuk  tanaman hutan industri, reboisasi dan konservasi seperti Eucalyptus, Acacia, Sengon, Kayu Besi, Meranti, Jati, Jabon, Trembesi, Gaharu serta Ebony.
Tidak hanya sampai disitu, inovasi teknologi pengelolaan hasil hutan pun telah dilakukan oleh BPPT meliputi pengelolaan, pemanfaatan dan pengembangan nilai tambah hasil hutan non kayu seperti tanaman obat, akselerasi produksi gaharu, pembibitan dan penyuntikan serta pemanfaatan biofuels limbah kayu penebangan hutan untuk menjalankan industri pengolahan kayu, misalnya kayu lapis.
Ini baru dengan satu institusi saja, bukan tidak mungkin pihak-pihak lain pun dapat melakukan hal serupa. Tidak hanya pada tataran institusi pemerintahan, dunia usaha, wirausaha perorangan, kelompok penggiat usaha, LSM dan ormas sekalipun  bisa saja melakukan penjajakan kerjasasama inovasi sesuai karakteristik bidangnya masing-masing.
Inovasi pada dasarnya terbagi kedalam dua jenis, yaitu inovasi berbasis teknologi dan inovasi berbasis non teknologi.  Sangat lumrah memang, apabila pendekatan ilmu dan teknologi akan lebih mudah mengdadopsi, memodifiksai dan menciptakan cara baru untuk menghasilkan sebuah inovasi.  
Padahal tidak demikian, inovasi akan tumbuh dari sebuah gagasan lintas sektor dengan pendekatan identifikasi permasalahan di sekitar lingkungan kita bekerja. Inovasi di bidang perencanaan barangkali diperlukan, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan scedul perencanaan, sehingga perencanaan tidak terkesan mendadak tapi betul-betul dipersiapan secara matang.  Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi,  inovasi itu mutlak diperlukan guna menemukan strategi tepat untuk memenuhi capaian kinerja,  Inovasi juga dibutuhkan dalam konteks memutus rantai birokrasi  sehingga prosedur pelayanan publik dapat dinikmati dengan lebih cepat dan tepat.
Pada tingkat lokal, inovasi bisa saja digali dari sebuah  kearipan/kebiasaan  masyarakat setempat.  Kita sepatutnya bersyukur dengan peninggalan budaya nenek moyang kita termasuk warisan inovasi. Budaya nenek moyang kita yang secara legal belum terjangkau ilmu pengetahuan dan teknologi pada waktu itu.  Namun secara implementatif sesungguhnya telah mengaplikasikan sebuah inovasi. 
Seperti yang  saya temukan pada “LEUIT”.  Ya  LEUIT adalah satu dari sekian   inovasi kearifan lokal milik masyarakat di tataran wilayah Jawa Barat atau tepatnya di Sinaresmi Sukabumi. “Leuit: atau lumbung padi adalah  sebuah bangunan yang letaknya terpisah dari “Imah Gede” (rumah induk) tempat bekumpulnya keluarga atau handai taulan. Rata-rata ukuran leuit; panjang mencapai ± 3 m,  lebar 1,5 m dan tinggi 1,5 m.  Ukuran leuit sebesar itu dapat menampung  sekitar 250 ikat padi (geugeus).  Bangunan sederhana itu ternyata memiliki kaidah-kaidah  teknologi yang sangat maju, bisa mengatur sirkulasi udara, sehingga padi yang disimpan bisa bertahan 100 tahun,  dan gabah steril terhadap hama.
Kearifan-kearifan lokal inilah yang seharunya bisa diinspirasi masyarakat  sekitar  hutan untuk menggali potensi lainnya menjadi sebuah inovasi.  Karena selain sesuai dengan budaya yang sudah mengakar, juga secara finansial  tidak membutuhkan biaya terlalu besar ketimbang inovasi berbasis teknologi.  Seringkali bantuan inovasi berbasis teknologi bagi masyarakat,mubazir tidak terpakai, karena tidak disinkronkan dengan karakteristik dan kebutuhan masyarakat lokal.  Jadi apapun  jenis inovasi yang akan diperbarui, proses eksplorasinya harus dibangun dari tingkat bawah (kelompok/masyarakat).
Hal yang perlu diperhatikan bahwa tujuan-tujuan inovasi itu pada dasarnya bermuara kepada 3 (tiga) aspek saja, Ekonomi, Ekologi dan Sosial. Tujuan-tujaun itu diantaranya; 1) meningkatkan kualitas produk 2) menciptakan pasar baru 3) memperluas jangkauan produk 4) meningkatkan produksi 5) mengurangi kerusakan lingkungan 6) mengurangi konsumsi energi 7) meningkatkan kesejahteraan tenga kerja.
Bidang kehutanan dengan segala potensi sumber dayanya yang luar biasa, seharusnya cukup menjadi lumbung potensi untuk berbagai inovasi. Dengan mengurangi kegiatan ekonomi esktraktif  yang  cenderung  berbasis kayu, seharunya masyarakat desa hutan dan atau kelompok tani hutan sudah memulai menggali ide, gagasan pembaruan. 
Inovasi tentu tidak bisa berjalan oleh individu atau sekelompok orang.  Bagaimanapun cara-cara berkolaborasi dengan pihak lain akan menuai hasil lebih efisien dan efektif.  Mulailah dari ruang obrolan warung kopi, diskusi terbatas, musrebangdes hingga menjalin komunikasi  dengan pihak-pihak berkompeten (penyuluh kehutanan, LSM, dan dunia swasta).
Bagi Saya  menjunjung  nilai inovasi itu penting demi  menjunjung martabat perekonomian masyarakat Jawa Barat, namun yang lebih penting adalah menjunjung kelangsungan kelestarian sumber daya alam, sebab di sana tersimpan berjuta potensi dimana inovasi itu bisa ditemukan dan ramah lingkungan.
Ekonomi Jawa Barat maju, Ekologi Jawa Barat maju, Sosial Budaya Jawa Barat maju, Insya Allah Jawa Barat Juara Lahir Batin, Aamiin Yaa Robbal’alamin.    

No comments:

Post a Comment